JAKARTA – Biaya haji Kemenag 2025 diprediksi akan kembali mengalami kenaikan, kisaran sampai 5 persen karena ada dua hal krusial yang memengaruhinya. Salah satunya ialah soal gejolak politik yang terjadi di Timur Tengah.
Seperti diketahui biaya haji Kemenag tahun 2024 sendiri mengalami penyesuaian dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti fluktuasi kurs mata uang asing, inflasi, serta kebijakan pemerintah terkait penyelenggaraan ibadah haji.
Pemerintah menetapkan biaya naik haji 2024 untuk jemaah reguler rata-rata Rp 56 juta, dari Rp 49,8 juta pada 2023. Besaran tersebut adalah 60 persen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 yang mencapai Rp 93.410.286 per jemaah. Nah untuk tahun depan pun biaya haji Kemenag diprediksi akan kembali mengalami kenaikan.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj juga memprediksi BPIH akan bergerak naik. Dia mengatakan, faktor internal atau dalam negeri yang dapat mempengaruhi kenaikan seperti pembiayaan manasik, pembuatan seragam batik bagi jemaah, operasional haji di dalam negeri, kelompok bimbingan haji, kontrak penerbangan.
Dua hal sangat memengaruhi biaya haji Kemenag, yakni konstelasi perang di Timur Tengah, dan kurs mata uang. Tentu ini juga terkait dengan faktor lain, seperti ekonomi di Arab Saudi. Hanya memang nantinya pemerintah akan mempertimbangkan sebaik mungkin untuk menekan biaya haji Kemenag yang meski diprediksi akan naik 5 persen atau Rp 2 sampai Rp 3 juta.
“Nanti tinggal bagaimana biaya yang ditanggung jemaah dan biaya dari nilai manfaat, apakah persentasenya seperti tahun ini 60% Bipih, 40% nilai manfaat, atau 70% Bipih, 30% nilai manfaatnya, ini supaya ada keadilan karena nilai manfaat juga haknya jemaah haji tunggu,” jelas Mustolih dikutip dari Kontan.
Kurs Mata Uang Memang Sangat Berpengaruh Terhadap Biaya Haji Kemenag
Kurs mata uang memang sangat memengaruhi biaya haji Kemenag. Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar transaksi dalam penyelenggaraan ibadah haji, mulai dari pembelian tiket pesawat, akomodasi di Makkah dan Madinah, hingga biaya konsumsi, dilakukan dalam mata uang asing. Hal ini menjadikan nilai tukar Rupiah menjadi faktor penentu yang sangat signifikan terhadap biaya haji yang harus ditanggung oleh jemaah.
Ketika nilai tukar Rupiah melemah terhadap USD, maka secara otomatis biaya haji Kemenag akan mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan jumlah mata uang asing yang sama, kita membutuhkan lebih banyak Rupiah. Sebaliknya, jika nilai tukar Rupiah menguat, maka biaya haji akan cenderung menurun. Namun, dalam praktiknya, pengaruh penguatan Rupiah terhadap penurunan biaya haji tidak selalu sebanding dengan pengaruh pelemahan Rupiah terhadap kenaikan biaya haji.
Mengapa Kurs Mata Uang Sangat Mempengaruhi Biaya Haji? Karena sebagian besar transaksi dalam Mata Uang Asing. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar biaya yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji, baik itu untuk pembelian tiket pesawat, pemesanan hotel, maupun biaya konsumsi di Tanah Suci, umumnya dilakukan dalam mata uang asing, terutama USD dan Saudi Riyal (SAR).
Selain itu penetapan biaya haji pun jadi hal memengaruhi. Penetapan BPIH dilakukan jauh sebelum keberangkatan jemaah. Ketika BPIH ditetapkan, nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing dijadikan sebagai acuan. Jika setelah penetapan BPIH, nilai tukar Rupiah melemah, maka pemerintah atau penyelenggara ibadah haji harus menanggung selisih biaya yang timbul akibat perubahan kurs tersebut.
Untuk mengantisipasi risiko kerugian akibat fluktuasi kurs, pemerintah atau penyelenggara ibadah haji seringkali melakukan lindung nilai (hedging). Namun, lindung nilai ini tidak selalu efektif dalam melindungi dari seluruh risiko perubahan kurs. b
Leave a Reply