
JAKARTA – Bagi setiap perempuan, datang bulan atau haid adalah periode rutin yang bisa dialami setiap waktu-waktu tertentu. Namun, ada satu hal yang kerap menjadi kekhawatiran, yaitu datang bulan di tengah pelaksanaan ibadah di Tanah Suci, termasuk untuk jamaah haji mujamalah yang perempuan. Situasi ini tentu menimbulkan dilema, terutama karena beberapa ritual haji tidak boleh dilakukan dalam keadaan haid. Karena itu, memahami hukum dan solusinya menjadi penting bagi setiap perempuan.
Dalam ajaran Islam, perempuan yang sedang haid tetap diperbolehkan melaksanakan sebagian besar rukun haji, kecuali tawaf. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, di mana ia mengalami haid saat berhaji. Nabi Muhammad bersabda bahwa Aisyah tetap boleh melakukan semua ritual haji kecuali tawaf. Tawaf adalah salah satu rukun yang harus dilakukan dalam keadaan suci, sehingga perempuan yang sedang haid harus menunggu hingga suci untuk melaksanakannya.
Bagi jamaah haji mujamalah yang memiliki jadwal perjalanan ketat, datang bulan di tengah ibadah bisa menjadi tantangan tersendiri. Dalam beberapa kasus, perempuan harus segera kembali ke tanah air sebelum sempat melaksanakan tawaf ifadah. Hal ini tentu menimbulkan kebingungan karena tawaf ifadah adalah syarat sah haji.
Dalam kondisi seperti ini, ulama memiliki perbedaan pendapat. Sebagian mazhab seperti Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa perempuan wajib menunggu hingga suci untuk melaksanakan tawaf, meskipun harus memperpanjang masa tinggalnya di Makkah. Namun, dalam kondisi darurat, ada pula pendapat, seperti dalam mazhab Hanafi dan Maliki, yang membolehkan tawaf dalam keadaan haid dengan konsekuensi membayar dam (denda).
Jamaah Haji Mujamalah Bisa Konsumsi Obat Penunda Haid
Untuk menghindari kendala ini, jamaah haji mujamalah bisa mengambil langkah preventif dengan berkonsultasi kepada dokter sebelum keberangkatan. Salah satu cara yang sering digunakan adalah mengonsumsi obat penunda haid agar ibadah dapat berjalan lancar tanpa hambatan. Meskipun begitu, penggunaan obat ini sebaiknya dilakukan dengan pengawasan medis untuk menghindari efek samping yang bisa mengganggu kesehatan selama perjalanan.
Selain tawaf, perempuan yang haid tetap bisa melakukan amalan lainnya, seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melempar jumrah. Semua ibadah ini tidak mensyaratkan kesucian, sehingga bisa dilaksanakan tanpa hambatan. Terpenting adalah menjaga niat yang ikhlas dan tetap memperbanyak doa serta dzikir agar ibadah haji tetap bermakna meskipun dalam kondisi yang tidak diharapkan.
Haji mujamalah memang memberikan kesempatan istimewa bagi jamaah untuk beribadah tanpa menunggu antrean dan dengan fasilitas premium. Namun, aturan dan hukum ibadah tetap harus dipahami dengan baik agar tidak terjadi kesalahan yang bisa berdampak pada sah atau tidaknya haji seseorang.