
JAKARTA – Kalau ada tetangga atau kenalan yang tiba-tiba berangkat haji tanpa perlu menunggu bertahun-tahun, mungkin enggak sedikit yang bertanya-tanya. Apalagi kalau dengar istilah haji mujamalah. Nah, di Indonesia sendiri, bagaimana sih pandangan umum soal orang yang menunaikan ibadah lewat jalur haji mujamalah ini? Apakah dianggap lebih prestise, bergengsi, terhormat, atau sekadar jalan pintas buat yang punya uang lebih?
Sebagian masyarakat Indonesia mungkin melihat haji mujamalah sebagai sebuah kemewahan atau keistimewaan. Maklum saja, dengan biaya yang jauh lebih tinggi dibanding haji reguler, bisa berangkat tanpa antre panjang tentu terkesan eksklusif. Ada anggapan bahwa mereka yang memilih jalur haji mujamalah adalah orang-orang yang punya status sosial dan ekonomi yang tinggi. Jadi, enggak heran kalau sebagian orang mungkin melihatnya sebagai simbol prestise atau gengsi.
Apalagi kalau melihat fasilitas dan layanan yang ditawarkan dalam paket haji mujamalah. Hotel bintang lima, penerbangan kelas bisnis, tenda VIP di Arafah dan Mina, tentu semua itu menambah kesan mewah dan berkelas. Hal ini bisa memperkuat pandangan sebagian orang bahwa haji mujamalah adalah ibadah haji “kelas atas”.
Namun, enggak semua orang di Indonesia punya pandangan yang sama soal haji mujamalah. Ada juga sebagian yang melihatnya sebagai cara pintas yang kurang menghargai antrean panjang yang harus dilalui oleh jutaan calon jamaah haji lainnya. Mereka mungkin beranggapan bahwa semua umat Islam punya kedudukan yang sama di hadapan Allah, dan seharusnya semua mengikuti prosedur yang berlaku.
Selain itu, ada juga kekhawatiran soal keabsahan visa haji mujamalah jika tidak melalui jalur dan regulasi yang benar. Beberapa kasus penipuan haji mujamalah yang sempat mencuat di media juga bisa mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap jalur ini. Muncul keraguan apakah semua haji mujamalah itu benar-benar sah dan sesuai dengan ketentuan.
Hukum dan Etika dalam Beribadah, Termasuk Haji Mujamalah
Dari sudut pandang agama, yang terpenting dalam ibadah haji adalah niat yang tulus dan ikhlas karena Allah. Jalur keberangkatan, baik reguler maupun haji mujamalah, seharusnya tidak mengurangi esensi ibadah itu sendiri. Yang lebih utama adalah bagaimana umat Muslim menjalankan rukun dan wajib haji dengan benar dan khusyuk.
Soal pandangan sosial, memang sulit untuk menghindari adanya persepsi yang berbeda-beda. Ada yang mungkin kagum dengan kemudahan haji mujamalah, sementara ada juga yang mungkin merasa kurang sreg karena dianggap melangkahi antrean. Yang terpenting adalah bagaimana individu yang memilih jalur haji mujamalah bisa menjaga niatnya tetap lurus dan tidak terjebak dalam kesombongan atau riya’.
Sebagai umat Islam, yang terpenting adalah kita menghargai setiap pilihan saudara kita dalam beribadah, selama itu dilakukan sesuai dengan ketentuan agama yang berlaku. Niat yang ikhlas dan haji yang mabrur adalah tujuan utama, apapun jalurnya.